Meski penggunaan antibiotik dalam kegiatan budidaya udang sudah tidak direkomendasikan, bahkan asosiasi seperti Shrimp Club Indonesia (SCI) melarangnya, namun dengan semakin banyaknya penyakit di tambak udang akhir-akhir ini, hal ini berpotensi menggoyahkan petambak untuk menggunakannya.
Penggunaan antibiotik dalam budidaya udang sering dianggap sebagai solusi cepat untuk mengatasi penyakit. Namun di balik efektivitas sesaatnya itu, penggunaan antibiotik menyimpan risiko besar pada berbagai aspek. Antara lain berisiko bagi kesehatan manusia akibat residu yang tertinggal pada udang, akses pasar global yang terancam, hingga keberlanjutan budidayanya itu sendiri akibat ancaman resistensi antimikroba (AMR).
Bahaya Keamanan Pangan
Sisa antibiotik dari tambak udang dapat bertahan di jaringan udang yang akhirnya dikonsumsi manusia. Jika residu ini melebihi ambang batas, risiko gangguan kesehatan meningkat, mulai dari reaksi alergi hingga gangguan pada flora usus manusia. Lebih jauh lagi, paparan jangka panjang terhadap antibiotik dosis rendah dapat mempercepat munculnya bakteri resisten dalam tubuh manusia.
Ketika seseorang mengonsumsi makanan yang terkontaminasi residu antibiotik, sebagian bakteri di tubuhnya — termasuk yang tidak berbahaya — berpotensi terpapar zat tersebut dan beradaptasi. Akibatnya, antibiotik yang sebelumnya efektif untuk mengobati infeksi umum bisa menjadi tidak lagi ampuh. Ini menjadikan pengobatan penyakit infeksi semakin sulit dan mahal.
Syarat Perdagangan Internasional yang Semakin Ketat
Karenanya, untuk mengeliminasi risiko ini, pasar ekspor udang seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, akan melarang udang yang terdeteksi mengandung residu antibiotik masuk ke pasar mereka. Negara-negara tersebut memiliki regulasi ketat terkait residu antibiotik. Produk udang yang terdeteksi mengandung zat terlarang seperti kloramfenikol, nitrofuran, atau sulfonamid dapat langsung ditolak masuk. Bahkan, kasus berulang dapat membuat negara asal masuk daftar pengawasan (yellow list) atau larangan sementara (red list).
Hal ini bukan hanya merugikan eksportir, tetapi juga mencoreng citra seluruh industri udang suatu negara di pasar global. Reputasi yang sudah baik bisa runtuh hanya karena sebagian pelaku masih menggunakan antibiotik secara tidak bertanggung jawab. Akibatnya, ribuan petambak kecil yang sebenarnya mematuhi aturan turut terkena imbasnya, karena pasar kehilangan kepercayaan.
Lingkaran Setan Resistensi Antimikroba (AMR)
Salah satu bahaya paling serius dari penggunaan antibiotik di tambak adalah terbentuknya resistensi antimikroba. Ketika antibiotik digunakan terus-menerus, sebagian bakteri yang mampu bertahan akan berkembang biak dan menularkan sifat kebal ini kepada keturunannya.
Yang lebih mengkhawatirkan, gen resisten ini tidak hanya terbatas pada bakteri penyebab penyakit di udang. Melalui proses transfer gen horizontal, gen kebal tersebut dapat berpindah ke bakteri lain — bahkan ke bakteri baik atau probiotik yang justru dibutuhkan dalam sistem pencernaan udang dan manusia. Akibatnya, sistem mikroba alami terganggu, dan risiko penyebaran AMR menjadi jauh lebih luas daripada yang terlihat di permukaan.
Begitu gen resisten ini lepas ke lingkungan tambak, ia dapat bertahan di sedimen, air buangan, atau saluran irigasi yang terhubung ke perairan umum. Ini berarti, resistensi tidak lagi menjadi masalah lokal, melainkan ancaman ekosistem yang bisa menular ke populasi bakteri di alam liar, organisme akuatik, dan bahkan manusia.
Menuju Budidaya Tanpa Antibiotik
Untuk menghindari risiko tersebut, langkah menuju sistem budidaya yang lebih berkelanjutan sangat penting. Pendekatan biosecurity yang baik, pengelolaan kualitas air yang ketat, serta penggunaan probiotik dan imunostimulan alami terbukti dapat menekan kebutuhan antibiotik tanpa menurunkan produktivitas.
Dalam mendukung budidaya udang yang bebas antibiotik dan ramah lingkungan, PT Sakti Biru Indonesia (SBI) menyediakan solusi berupa produk-produk seperti probiotik (untuk campuran pakan maupun kualitas air) dan immunostimulan alami berbasis maggot. Efektivitas produk-produk tersebut sudah diaplikasikan di tambak sendiri dan tambak-tambak mitra SBI.
