Dalam dunia budidaya udang saat ini, penerapan nursery pond (NP) atau kolam pendederan telah lama mencuat sebagai salah satu solusi untuk mengatasi berbagai masalah budidaya udang, khususnya pada sistem intensif. Meski menawarkan banyak keunggulan, sistem ini ternyata masih sangat jarang diadopsi para petambak di Indonesia.
Menurut Agung Wijayanto, Tim Research and Development PT Sakti Biru Indonesia, fungsi NP bukan sekadar sebagai tempat pemeliharaan awal benur, melainkan sebagai fase transisi yang menjembatani lingkungan steril di hatchery menuju kondisi lapangan yang terbuka dan lebih dinamis di tambak pembesaran. Dengan pengelolaan yang tepat, NP mampu meningkatkan survival rate, menstabilkan pertumbuhan, dan mengurangi risiko penyakit di awal siklus budidaya.
Kapan Nursery Pond Dibutuhkan?
Keberadaan NP menjadi sangat krusial di wilayah-wilayah yang rawan penyakit seperti AHPND, EHP, dan WSSV. Di daerah dengan histori outbreak yang tinggi, kolam nursery bisa berperan sebagai zona isolasi awal. Sistem ini memungkinkan petambak melakukan seleksi terhadap benur yang tidak sehat sebelum dipindahkan ke tambak. Selain dapat meningkatkan efisiensi budidaya, NP juga mengurangi risiko kegagalan produksi akibat infeksi dini.
Secara teknis, NP sangat direkomendasikan pada sistem dengan padat tebar tinggi atau ketika budidaya dilakukan di tengah musim pancaroba yang rawan fluktuasi suhu. Ukuran kolam yang lebih kecil dan sistem aerasi terkontrol memungkinkan petambak menjaga parameter air tetap stabil selama fase kritis adaptasi benur. Selain itu, di lokasi yang memiliki keterbatasan infrastruktur air bersih, penggunaan NP juga dapat meminimalkan risiko pencemaran langsung dari sumber eksternal seperti sungai atau kanal.
Namun perlu diingat, tidak semua kondisi cocok untuk menerapkan sistem NP. Pada tambak skala kecil atau semi-intensif yang dikelola secara tradisional, sistem ini justru bisa menjadi beban operasional tambahan. Tanpa manajemen yang memadai, kolam nursery justru dapat memperbesar risiko kegagalan. Misalnya, ketika tidak ada standar operasional pemberian pakan yang adaptif saat transisi, pertumbuhan benur bisa menjadi tidak seragam. Ditambah lagi, kebutuhan tenaga kerja dan alat untuk memantau dua sistem sekaligus—nursery dan grow-out—seringkali menjadi kendala tersendiri.
Selain itu, pembagian sumber air yang terbatas antara kolam nursery dan grow-out bisa mengganggu stabilitas lingkungan, terutama bila kapasitas air hanya mencukupi untuk satu siklus budidaya. Belum lagi konsumsi energi yang meningkat akibat tambahan aerasi dan penghangat di kolam nursery. Bahkan, jika proses pemindahan benur dilakukan tanpa prosedur yang baik, maka risiko stres dan cedera akan semakin tinggi, yang ujungnya akan menurunkan survival rate.
Merancang Sistem NP yang Efisien
Merancang nursery pond memerlukan pendekatan teknis yang presisi. Ukuran idealnya dapat disesuaikan dengan target produksi, dengan volume air sekitar 5–10% dari kapasitas kolam grow-out. Untuk tambak skala menengah, kolam seluas 50–100 meter persegi sudah mencukupi, asalkan didukung sistem aerasi dan filtrasi yang baik. Dasar kolam sebaiknya dibuat dari beton atau HDPE untuk memudahkan proses sanitasi dan pengendalian penyakit. Bentuk kolam seperti persegi panjang atau lingkaran juga akan mempermudah distribusi oksigen secara merata melalui sistem aerasi.
Durasi pemeliharaan di kolam nursery biasanya berkisar antara 20 hingga 24 hari. Dalam rentang waktu ini, benur diharapkan mencapai berat rata-rata (MBW) antara 0,1 hingga 0,2 gram, tergantung pada kualitas pakan dan kondisi lingkungan. Durasi yang terlalu singkat dapat mengurangi manfaat adaptasi, sementara durasi yang terlalu panjang berisiko menambah beban biaya tanpa meningkatkan nilai tambah.

Petambak juga perlu memperhatikan beberapa indikator keberhasilan dalam fase nursery ini. Tidak adanya lonjakan kematian di 14 hari pertama menandakan bahwa sistem telah berhasil menghindari paparan serangan patogen seperti Vibrio. Setelah masa rawan ini terlewati, benur biasanya menunjukkan peningkatan nafsu makan dan aktivitas berenang yang menandakan benur telah masuk fase “golden age” pertumbuhan. Ukuran benur yang seragam, bebas deformitas, dan memiliki MBW ideal merupakan bukti keberhasilan manajemen pakan dan kualitas air selama fase ini.
Transisi Harus Presisi
Tahapan transisi dari hatchery ke nursery dan dari nursery ke grow-out adalah proses yang sangat menentukan kelangsungan hidup udang. Perbedaan parameter air seperti salinitas, suhu, dan DO harus disesuaikan secara perlahan untuk mencegah stres osmotik. Proses pemindahan benur juga perlu dilakukan secara hati-hati. Luka fisik seperti patahnya antena atau rusaknya rostrum dan telson dapat mengganggu perilaku makan dan meningkatkan risiko infeksi bakteri. Oleh karena itu, wadah pemindahan yang aman, penggunaan sedasi ringan, serta sistem acclimatization bertahap menjadi sangat penting.
Meski demikian, teknologi NP tidak harus selalu mahal atau rumit. Untuk petambak rakyat atau mereka yang berada di daerah terpencil, penggunaan bak terpal dengan aerator sederhana bisa menjadi alternatif yang cukup efektif. Bahkan, sistem bioflok skala kecil juga dapat dimanfaatkan sebagai kolam pendederan, dengan tambahan probiotik dan manajemen pakan yang tepat. Fleksibilitas inilah yang memungkinkan teknologi NP bisa diadaptasi untuk berbagai skala usaha.
Di musim pancaroba atau musim rawan penyakit, kolam nursery berperan penting sebagai filter biologis. Dengan kontrol suhu dan salinitas yang lebih stabil, serta biosekuriti yang diperketat, nursery pond mampu melindungi benur dari fluktuasi lingkungan yang ekstrem. Pemberian pakan bernutrisi tinggi dengan tambahan probiotik juga bisa meningkatkan daya tahan tubuh benur selama fase ini.

Untuk jangka panjang, keputusan membangun NP bisa menjadi investasi strategis, terutama jika tambak memiliki skema rotasi produksi berkelanjutan. Dengan survival rate dan MBW yang lebih stabil, sistem ini mendukung efisiensi panen dan meminimalkan waktu produksi antar siklus. Selama manajemen teknis dilakukan dengan benar, nursery pond dapat menjadi komponen tetap dalam sistem produksi, bukan sekadar solusi sementara.
Ingin Siklus Produksi Singkat Tanpa Instalasi NP?
Sebagai bentuk respon terhadap kebutuhan petambak, PT Sakti Biru Indonesia (SBI) kini menawarkan produk Benur NP yang dirancang khusus untuk tahan terhadap pengiriman jarak jauh tanpa fasilitas nursery. Benur ini sudah melalui proses adaptasi dan quality control ketat, sehingga cocok untuk petambak di daerah terpencil yang belum memiliki kolam pendederan. Inovasi ini menjadi salah satu solusi nyata untuk meningkatkan produktivitas tanpa menambah beban teknis di lapangan.