Dalam dunia budidaya udang, pakan tidak hanya menjadi sumber nutrisi dan penentu kesehatan udang, tapi juga jadi komponen biaya paling besar. Sekitar dua pertiga dari total biaya operasional tambak udang bisa berasal dari pakan. Maka, jika keliru sedikit saja dalam manajemennya, bisa menjadi kerugian besar.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh pakanpabrik.com, dosen Politeknik Usaha Perikanan (AUP) Jakarta, Suharyadi, menyebutkan ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan dalam mengelola pakan udang secara optimal. Antara lain pemilihan jenis pakan, pengaturan jumlahnya, dan cara pemberian yang tepat.
Pilih Pakan Sesuai Umur Budidaya
Jenis pakan udang vannamei umumnya dibagi menjadi tiga: starter, grower, dan finisher. Pakan starter digunakan saat awal budidaya dan biasanya berbentuk serbuk atau crumble berukuran kecil (sekitar 1,6 mm). Seiring bertambahnya usia udang, ukuran pakan pun meningkat menjadi pelet dengan ukuran yang lebih besar.
Tak hanya soal bentuk, kandungan nutrisinya juga berbeda. Pakan starter umumnya mengandung protein lebih tinggi, yaitu sekitar 32%. Sedangkan grower dan finisher berkisar di angka 30% dan 28%.
Pakan buatan pabrik umumnya sudah memenuhi kebutuhan nutrisi udang, namun masih bisa dioptimalkan dengan tambahan seperti probiotik, vitamin, atau bahkan melalui fermentasi dengan bakteri baik seperti Lactobacillus dan Saccharomyces. Belakangan ini perusahaan pakan juga telah mengembangkan pakan fungsional yang disesuaikan dengan kebutuhan udang dalam merespon lingkungannya.
Atur Jumlah Pakan Berdasarkan Fase Budidaya
Selama 15 hari pertama (DOC 0-15), pakan powder diberikan dengan jumlah 75–15% dari total biomassa udang. Namun di fase awal ini, petambak biasanya menerapkan metode blind feeding dengan takaran pakan yang meningkat setiap harinya.
Misalnya, untuk 100 ribu benur, pemberian pakan dimulai dari 3 kg/hari dan ditambah 200 gram setiap hari hingga DOC 10, lalu ditingkatkan secara bertahap setiap 10 hari berikutnya. Setelah fase ini, jumlah pakan akan disesuaikan berdasarkan sampling biomassa udang di lapangan, mengikuti panduan dari Standar Nasional Indonesia (SNI 01-7246-2006).
Meski demikian, praktik di lapangan sering kali lebih fleksibel. Banyak teknisi tambak menyesuaikan strategi pakan mereka dengan kondisi air dan kesehatan udang yang terus berubah.
Beri Pakan dengan Teknik yang Efisien
Yang tak kalah penting dari jenis dan jumlah pakan adalah cara memberikannya. Seiring perkembangan teknologi, pemberian pakan yang biasa diberikan langsung oleh anak tambak, kini bisa juga dilakukan dengan menggunakan autofeeder. Terlepas dari kelebihan dan kekurang kedua cara itu, yang paling penting dari proses pemberiannya adalah pakan harus ditebar di area yang tepat dengan jumlah yang tepat.
Dalam artikel tersebut, Suharyadi menyarankan untuk mematikan kincir sementara \saat pemberian pakan powder agar pakan tidak terbawa arus. Selain itu, area tebar pakan sebaiknya jauh dari zona penumpukan limbah organik—misalnya area tengah kolam yang menggunakan sistem central drain.
Dan jangan lupakan cek anco. Pemeriksaan ini penting untuk mengevaluasi apakah pakan benar-benar dikonsumsi udang. Salah satu indikatornya yang bisa dilihat saat cek anco adalah warna usus udang. Jika warnanya sesuai dengan warna pakan, berarti udang telah makan dengan baik.
Dengan memahami dan menerapkan manajemen pakan yang tepat, petambak bisa menekan kerugian akibat pemborosan pakan dan meningkatkan hasil panen. Kunci sukses budidaya udang bukan hanya pada teknologi, tapi juga pada kedisiplinan dan kecermatan dalam memberi makan.